PENDAHULUAN
Kehidupan modern yang materialistis dan hedonistik hanya menekankan aspek-aspek lahiriyah semata, yang mengakibatkan kehidupan manusia mengalami kegersangan spiritual dan dekandensi moral serta stres menjadi fenomena yang lumrah. Pada titik jenuhnya, manusia akan kembali mencari kesegaran rohaniah untuk memenuhi dahaga spiritualnya dan yang menarik bagi mereka adalah kehidupan yang memberikan ketentraman hati dan kebahagiaan rohani. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang melirik ke dunia mistisisme, Tao, Budhis dan Tasawuf.
William James, seorang filosuf dan ahli jiwa dari Amerika Serikat, mengemukakan tentang pentingnya terapi keagamaan atau keimanan, ia mengatakan bahwa tidak diragukan lagi terapi terbaik bagi kesehatan adalah keimanan kepada Tuhan, sebab individu yang benar-benar religius akan selalu siap menghadapi malapetaka yang akan terjadi. Sedangkan Carl Gustav Jung (Tokoh Psikologi Analistik), sebagaimana dikutip Amir, menyatakan bahwa gangguan psikis pada dasarnya bersumber dari masalah religius. Hal ini juga dapat dilihat dai ungkapan “psikoneurosis” harus dipahami sebagai penderitaan yang belum menemukan artinya, penyebab dari penderitaan ini adalah Stagnasi (penghentian) sepiritual atau Sterisas psikis.
Perkembangan bimbingan konseling keagamaan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia itu sendiri, pada akhirnya agama memiliki corak bimbingan dan konseling yang khas. Dalam agama kristen kita mengenal konseling pastoral. Konseling ini memandang manusia sebagai makhluk yang dikasihi Tuhan. Kegiatan konseling dilakukan dalam pengakuan dosa agar umat tidak jatuh dalam dosa lagi dan dapat hidup bersih dari dosa. Sedangkan pendekatan konseling Budha di turunkan langsung dari ajaran-ajaran Budhis (Sidarta Gautama) yang memandang manusia mempunyai kebebasan untuk menjadi tercemar atau menciptakan kesempurnaan (Kebudhaan).
Sementara kajian bimbingan konseling Islam berbagai salah satu disiplin ilmu dakwah yang lahir dari pengembangan metode Istimbath dan Iqtibas. Secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan nilai keislaman yang dapat bersinggungan langsung dengan bimbingan konseling Islam adalah tasawuf, karena tasawuf adalah unsur spiritualitas (dimensi esotris) dalam islam. Persentuhan inilah yang kemudian berpeluang besar memberi warna tersendiri bagi trend konseling di era modern.
PEMBAHASAN
Dalam ajaran Islam, selain psikoterapi duniawi, juga terdapat psikoterapi ukhrawi. Psikoterapi ini merupakan petunjuk (hidayah) dan anugerah (‘athâ`) dari Allah SWT, yang berisikan kerangka ideologis dan teologis dari segala psikoterapi. Sementara psikoterapi duniawi merupakan hasil ijtihâd (upaya) manusia, berupa teknik-teknik pengobatan kejiwaan yang didasarkan kaidah-kaidah insaniah.
Kedua model psikoterapi ini sama pentingnya, ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait. Pendekatan pencarian psikoterapi Islam, didasarkan atas kerangka psiko-teo-antropo-sentris. Yaitu psikologi yang didasarkan pada kemahakuasaan Tuhan dan upaya manusia. Kemahakuasaan Tuhan tergambar dalam firman Allah surah asy-Syu’arâ` ayat 78-80, ”(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjukiku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” Juga telah Rasulullah SAW tandaskan dalam sabdanya, ”Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali penyakit itu telah ada obatnya.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Pengertian sehat sebagai hikmah yang dinyatakan oleh Rasulullah saw bukan sekedar mengandung pengertian sehat secara fisik/jasmani, tetapi juga mengandung pengertian sehat secara psikis/rohani. Terapi merupakan salah satu prosedur yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang yang jiwanya terganggu. Terapi dapat dilakukan melalui terapi religius. Terapi religius ini adalah sebuah terapi yang terdapat dalam agama khususnya agama Islam. Terapi religius ini terdapat beberapa macam bentuk terapi, yaitu:
Psikoterapi melalui Iman
Psikoterapi melalui Ibadah
Psikoterapi melalui Zikir dan Do'a
Psikoterapi melalui Al-Qur'an
Psikoterapi melalui Taubat
Persepsi yang menganggap dirinya paling super atau menganggap orang lain berada di bawah dirinya. Kedua, prilaku yang menyimpang. Ketiga, perasaan putus asa.
1. Psikoterapi melalui Iman
Beriman kepada Allah SWT. Dan mendekatkan diri kepada-Nya tidak saja merupakan faktor penting dalam menjaga kesehatan jiwa, tetapi juga merupakan faktor penting dalam mengobati (psikoterapi penyakit kejiwaan). Beriman kepada Allah SWT. dan mendekatkan diri kepada-Nya melalui sikap tunduk untuk menjalankan berbagai macam aktivitas, bersikap pasrah, dan berpegang teguh pada nilai taqwa demi mencapai ridha-Nya serta menjauhi segala bentuk yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, dapat menciptakan kekuatan spiritual manusia dan membebaskannya dari pengaruh buruk yang melemahkan aktivitas raga dan jiwanya. Pengaruh kekuatan spiritual dapat menangkal berbagai bentuk penyakit raga dan jiwa.
Manusia normal yang menikmati kesehatan jiwanya ialah manusia yang memiliki hati yang putih dan baik. Ia tidak terpengaruh ole betbagai fitnah atau mengingkari fitrahnya sendiri yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. baginya, fitrah itu adalah penghambat diri kepada Allah SWT. dan tidak meyekutukan-Nya. Adapun manusia abnormal ialah manusia yang memiliki hati yang hitam, terpengaruh oleh berbagai fitnah dunia, dan tidak menghiraukan fitrahnya yang suci.
Oleh karena itu beriman kepada Allah SWT dan menghambakan diri kepada-Nya, akan menjaga perilaku pada arah yang benar dan menjadi pelindung serta penangkal terjadinya penyimpangan, penyelewengan, dan penyakit jiwa. Orang beriman yang berpegang teguh dengan nilai agama niscaya Allah SWT akan menjaganya dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Keimana dirinya akan menjadi penghalang setiap tindakan yang menyimpang, bahkan menjadi pelindung setiap penyakit jiwa yang meyerangnya.
2. Psikoterapi melalui Ibadah
Menjalankan berbagai aktivitas ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT seperti Shalat, Puasa, Haji, dan Zakat dapat membersihkan dan menyucikan jiwa serta membersihkan hati. Di samping itu dapat juga membuka tabir Allah SWT melalui cahaya, hidayah, dan hikmah-Nya.
Ikhlas dalam menjalankan berbagai aktivitas ibadah dapat mendekatkan diri seorang kepada Tuhannya, dan meraih cinta dan keridhoan-Nya. Jika Allah SWT mencintai seorang hamba, maka cinta itu mencakup perhatian dan perlindungan-Nya, dan kecintaan Tuhan dapat menjadi pertolongan segala persoalan yang dihadapinya.
Psikoterapi melalui Shalat
Shalat memiliki pengaruh yang sangat efektif untuk mengobati rasa sedih dan gundah yang menghimpit manusia. Ketika manusia menjalankan ibadah shalat dengan penuh khusuk dan ikhlas serta membebaskan dirinya dari segala urusan duniawi, maka jiwanya akan merasa damai dan tenang serta terhindar dari segala himpitan dan problematik hidup.
Hubungan manusia dengan Tuhannya ketika tengah menjalankan ibadah shalat dapat meningkatkan kekuatan spiritual yang memiliki pengaruh besar dalam menciptakan perubahan raga dan jiwanya. Kekuatan spiritual tersebut dapat menghilangkan rasa terhimpit dan tidak berdaya, bahkan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang menimpa raga manusia.
Kekuatan spiritual yang terkandung dalam ibadah shalat dapat berpengaruh pada kejiawaan seorang manusia. Kekuatan tersebut dapat membangkitkan harapa, menguatkan keinginan, meninggikan cita-cita, melahirkan kemampuan yang kadang di luar batas kemampuan akal manusia, tetapi peristiwanya tetap dapat ditangkap oleh orang yang mengalaminya.
Ibadah shalat juga memiliki pengaruh besar untuk mengobati perasaan bersalah atau berdosa yang menyebabkan perasaan khawatir dan penyakit jiwa. Hal tersebut dikarenakan shalat dapat menghapus berbagai dosa manusia, menyucikan jiwa dari noda kesalahan, serta membangkitkan jiwa selalu berharap meraih ampunan dan keridhaan Allah SWT.
Psikoterapi melalui Puasa
Hasil penelitian Wahjoetomo (1997) dan Najib (1990) menyimpulkan bahwa ibadah puasa bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan fisik atau jasmani. Pada saat seseorang melaksanakan ibadah puasa, maka terjadi pengurangan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuhnya sehingga kerja beberapa organ tubuh seperti hati, ginjal, dan lambung terkurangi. Puasa memberikan kesempatan kepada metabolisme (pencernaan) untuk beristirahat beberapa jam sehingga efektivitas fungsionalnya akan selalu normal dan semakin terjamin. Di samping memberikan kesempatan kepada metabolisme (pencernaan) untuk beristirahat beberapa jam, puasa juga memberikan kesempatan kepada otot jantung untuk memperbaiki vitalitas dan kekuatan sel-selnya.
Disamping bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan fisik atau jasmani, puasa bermanfaat pula bagi kesehatan psikis. Cott (Ancok & Suroso, 1995), seorang ahli jiwa bangsa Amerika, menyebutkan bahwa pernah dilakukan eksperimen untuk menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan cara berpuasa. Eksperimen tersebut dilaku-kan oleh Dr. Nicolayev, seorang guru besar pada The Moscow Psychiatric Institute. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yang sama besar baik usia maupun berat ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan, sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Hasil eksperimen tersebut menyimpulkan bahwa pasien-pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik ternyata bisa disembuhkan dengan cara berpuasa, selain itu kemungkinan pasien untuk tidak kambuh lagi setelah 6 tahun kemudian ternyata tinggi dengan terapi melalui puasa. Cott juga menyebutkan bahwa penyakit susah tidur (insomnia), dan rasa rendah diri juga dapat disembuhkan dengan cara melakukan puasa.
Dari hasil penelitian tentang manfaat puasa di atas, terbukti bahwa ibadah puasa disamping bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan pisik, juga terbukti bermanfaat bagi kesehatan psikis.
3. Psikologi melalui Dzikir dan Do’a
Secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungannya dalam bentuk yang meliputi hampir semua ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al Quran, mematuhi orang tua, menolong teman yang dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari kejahatan dan perbuatan dzalim. Dalam arti khusus dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tatatertib, metode, rukun dan syarat sesuai yang diperintah oleh Allah dan rosulnya. "Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram". (QS. Ar Rad : 28)
Doa adalah suatu cara untuk bermunajat kepada Allah SWT dalam rangka memohon bantuan dan inayah, agar dilapangkan jalan menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Doa itu harus beriringan dengan keyakinan dan penuh pengharapan, yaitu sikap yang memastikan diri bahwa sesuatu yang dilakukannya akan berhasil. Dalam hal ini, seorang muslim yakin bahwa doanya pasti didengar oleh Allah SWT dan dikabulkan-Nya apa yang menjadi harapannya. Doa senantiasa dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, apabila doa itu disertai dengan kerendahan hati dan suara yang lembut. Orang yang congkak dan tidak mau bermohon dan meminta bantuan kepada Allah SWT dianggap sebagai orang yang hina dan akan diazab di neraka Jahannam.
Menurut itu Prof. Dr. Dadang Hawari, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa berdoa dan berdzikir merupakan bentuk komitmen keagamaan seseorang yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam. Doa dan dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis.
Berkaitan dengan itu , doa dan dzikir merupakan komitmen keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke kehadirat Allah SWT. Dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya.
Manfaat Dzikir dan Doa sebagai Psikoterapi Kesehatan Mental
· Manfaat Dzikir
Banyak sekali rahasia dan manfaat dari amaliah dzikir yang dilakukan oleh para hamba yang beriman da bertaqwa, di antaranya yaitu daat menimbulkan ketenangan dan kedamaian dalam jiwa bagi yang mengamalkannya.
Orang yang melakukan aktivitas dzikir dalam kehidupa sehari-hari senantiasa menyelaraskan tujuan hidup mereka berdasarkan Manhaj Ilahiyah, yaitu semata-mata untuk beribadah pada Allah Azza wa Jalla. Orang-orang yang berdzikir akan meyadari akan hakikat ibadah kepada-Nya. Mereka seantiasa mengingat kasih sayang-Nya. Mereka senantiasa ingat akan tujuan hidupnya. Lalu ketika mereka dikaruniai oleh Allah harta yang banyak, mereka tidak lupa diri. Karena mereka meyakini, bahwa harta bukanlah tujuan utama hidup mereka. Dengan harta dan pangkat yang mereka miliki membuat mereka justru semakin dekat dengan Allah. Sebagai hasilnya, jiwa mereka menjadi tentram, tenang, dan damai. Mereka senantiasa mengingat Allah.
Suatu hal yang sungguh mengagumkan dari pengalaman dzikir ini, yaitu adanya suatu penyerapan energi ilahiyah bagi orang yang senantiasa mengamalkannya. Orang yang rjain berdzikir mempuyai kedekatan hubungan dengan Allah (taqarrub ilahiyah). Hal ini mempunyai pengaruh dan dampak yag sangat hebat, baik dalam fisik maupun dalam jiwa para pengamal zikir. Nurrullah (cahaya Allah) itu begitu dekatnya dengan orang-orang yang berdzikir, sehingga merasakan cahaya-Nya masuk ke dalam hati, pikiran, badan, jiwa, darah, dan kulit mereka. Untuk itulah tidak mengherankan Nabi Shallaullahu Alaihi wa Sallam serig berdoa agar jiwa dan raganya menjadi cahaya yang berasal dari cahaya Rabb-nya.
Kalau seseorang telah mendapatkan cahaya Allah, maka kebahagiaan akan terpancar dalam kehidupannya sepanjang masa, baik di dunia maupun di akhirat. Cahaya tersebut akan terus mengikutinya hingga nyawa terlepas dari raga. Hingga ketika para ahli dzikir berada di alam kubur, cahaya tersebut akan menerangi kuburya.
Dzikir dapat melapangkan kesempitan hidup. Orang yag rajin berdzikir, akan dimudahkan segala urusanya, baik urusa rezeki, pekerjaan, kesejahteraan, maupun kesehatan. Orang yang rajin berdzikir akan dimudahkan rezekinya, dimudahkan urusan pekerjaannya, dilapangkan kesejahteraannya, dan dijaga kesehatannya.
· Manfaat Doa
Doa merupakan unsur yag paling esensial daral ibadah. Ditegaskan oleh rasulullah SAW. “Tiada sesuatu yang paling mulia dalam pandangan Allah, selain berdoa kepada-Nya, sedang kita dalam keadaan lapang.” (H.R. Al-Hakim).
Ada beberapa keutamaan yang akan kita peroleh dalam berdoa:
1. menunaikan kewwajiban taat dan menjauhi maksiat
2. memperoleh naungan rahmat Allah SWT
3. meringankan beban penderitaan
4. menolak bencana, dan menolak tipu daya musuh
5. menghilangkan kegundahan, serta memudahkan kesukaran dan terpenuhinya hajat.
Macam-macam Dzikir dan doa
Dzikir kepada Allah bukan hanya semata-mata mengucapkan Asma Allah didalam lisan atau di dalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah adalah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat dan Af'al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati, sehingga tidak ada lagi rasa khawatir, takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan. Dzikir dibagi tiga:
· Dzikir dengan lisan (zikr bil al-lisan), yakni membaca atau mengucapkan kalimat-kalimat takbir, tahmid, dan tahlil dengan bersuara.
· Dzikir dalam hati zikr bi al-qalb), yakni membaca atau mengucapkan kalimat-kalimat takbir, tahmid, dan tahlil dengan membatin, tanpa mengeluarkan suara. Sebagian ulama menafsirkan dzikir dalam hati ni, adalah bertafakkur merenungi keMahabenaran dan ke-Mahabesaran Allah SWT dengan penuh keyakinan dan perasaan tulus.
· Dzikir dengan panca indra atau anggota badan (Zikr bi al-jawarih), yakni menundukkan seluruh anggota badan kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Tentang dzikir dengan panca indra ini, sebagian ulama tasawuf memiliki pengertian dan konsep yang berdeda, yakni melalui tujuh penjuru panca indra:
1. Dzikir kedua mata dengan menangis
2. Dzikir kedua telingan dengan mendengarkan hal-hal yang baik
3. Dzikir lidah dan mulut dengan mengucapkan puji-pujian
4. Dzikir hati dengan penuh rasa takut dan harap kepada Allah SWT
5. Dzikir ruh dengan menyerah kepada Allah dan rela atas segala keputusan-Nya
6. Dzikir badan dengan memenuhi berbagai kewajiban
7. Dzikir kedua tangan dengan bersedekah
Pengungkapan dzikir tersebut merupakan kalimat tafakkur atas penciptaan Allah berupa gerak nafas dzikir seluruh mahluk-Nya baik yang tidak terlihat. Penghayatan dzikir ini sesuai dengan firman Allah:
"Yakni orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan berdiri, duduk dan berbaring dan bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi." (QS. Ali Imran: 191).
Hubungan Psikoterapi Dzikir dan Doa dengan Kesehetan Mental
Psikoterapi adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya. Dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosi, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikis.
Dalam ajaran Islam, selain psikoterapi duniawi, juga terdapat psikoterapi ukhrawi. Psikoterapi ini merupakan petunjuk (hidayah) dan anugerah (’athâ`) dari Allah SWT, yang berisikan kerangka ideologis dan teologis dari segala psikoterapi. Sementara psikoterapi duniawi merupakan hasil ijtihâd (upaya) manusia, berupa teknik-teknik pengobatan kejiwaan yang didasarkan kaidah-kaidah insaniah.
Kemahakuasaan Allah tergambar dalam firman Allah surah asy-Syu’arâ` ayat 78-80, ”(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjukiku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” Juga telah Rasulullah SAW tandaskan dalam sabdanya, ”Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali penyakit itu telah ada obatnya.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Psikoterapi dzikir dan doa dapat dijadikan psikoterapi untuk pengobatan keguncangan jiwa, kecemasan dan gangguan mental. Dzikir dan doa adalah metode kesehatan mental. Dengan berdzikir dan berdoa orang akan merasa dekat dengan Allah SWT dan berada dalam perlindungan dan penjagaannya. Dengan demikian akan timbul rasa percaya diri, teguh, tenang, tenteram dan bahagia.
4. Psikologi melalui Al Qur-an
Praktek pengobatan yang ada dalam Al-Qur’an, yaitu dengan praktik fisik dan psikis. Tapi pada tahap penyembuhan penyakit yang paling utama adalah psikis dalam kejiwaan. Pasalnya, jika kejiwaan dalam diri manusia terganggu, maka mengakibatkan penyakit spiritual dan berakibat pula pada penyakit fisik. Jiwa merupakan hal yang penting bagi manusia karena jiwa dapat mempengaruhi tingkat spritual kita. Bila jiwa kita bersih, maka kita akan lebih dekat dengan Allah. Sedang bila jiwanya lemah maka kita harus melakukan penyucian jiwa.
Meskipun ada media lain sebagai metode pengobatan seperti makanan/herbal, diet, pijatan dan lain-lain. Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan hadist nabi Muhammad SAW., serta didukung oleh khasanah pemikiran dan peradaban Islam dalam dirinya mengandung fungsi terapi. Untuk itu menjadi beralasan untuk mewujudkan terapi Islami.
Al-Qur`an merupakan sarana terapi utama. Sebab di dalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan pasien. Sugesti itu dapat diraih dengan mendengar dan membaca, memahami dan merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya.
Masing-masing tahapan perlakuan terhadap al-Qur`an dapat mengantarkan pasien ke alam yang dapat menenangkan dan menyejukkan jiwanya. Allah berfirman, Dan kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. al-Isrâ` [17]: 82).
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan, ada dua pendapat dalam memahami term syifâ` dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa yang dapat menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang tertutup, dan menyembuhkan jiwa yang sakit. Kedua, terapi yang dapat menyembuhkan penyakit fisik, baik dalam bentuk azimat maupun penangkal.
Sementara Thabathaba’i mengemukakan, bahwa syifâ` memiliki makna terapi ruhaniah yang dapat menyembuhkan penyakit batin. Dengan al-Qur`an, seseorang dapat mempertahankan keteguhan jiwa dari penyakit batin, seperti keraguan dan kegoncangan jiwa, mengikuti hawa nafsu, dan perbuatan jiwa yang rendah. Al-Qur`an juga dapat menyembuhkan penyakit jasmani, baik melalui bacaan atau tulisan.
Al-Faidh al-Kasyani dalam tafsirnya menilai, lafadz-lafadz al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit badan, sedangkan makna-maknanya dapat menyembuhkan penyakit jiwa. Dan menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, bacaan al-Qur`an mampu mengobati penyakit jiwa dan badan manusia. Menurutnya, sumber penyakit jiwa adalah ilmu dan tujuan yang rusak. Kerusakan ilmu mengakibatkan penyakit kesesatan, dan kerusakan tujuan mengakibatkan penyakit kemarahan. Obat yang mujarab yang dapat mengobati kedua penyakit ini adalah hidayah al-Qur`an.
5. Psikologi melalui Taubat
Secara umum menurut Brammer (1982) fungsi psikoterapi mengarah pada reeducational of individual mencari persepsi dan perubahan secara jelas, mengintegrasikan kedalam kehidupan sehari-hari dan memagari perasaan sedih yang berasal dari pengalaman buruk di masa lalu. Sedangkan fungsi lainnya adalah bahwa psikoterapi dapat bertindak sebagai kuratif (penyembuhan), preventif (pencegahan) dan konstruktif (pemeliharaan & pengembangan). Dengan demikian fungsi psikoterapi dapat dikembangkan bukan hanya untuk seseorang yang mengalami kesulitan psikologis tetapi juga pengembangan diri untuk optimalisasi potensi yang dimiliki. Taubat yang memiliki kombinasi dengan fungsi-fungsi kejiwaan dapat mengisi bagian dalam fungsi psikoterapi Islam. Hal ini dapat dipahami dikarenakan dalam proses pertaubatan telah terbentuk berbagai fungsi positif kejiwaan yaitu:
1. Adanya keinginan untuk perubahan perilaku (kesadaran)
2. Terbukanya pintu evaluasi diri (pengakuan dosa)
3. Menguatnya perasaan positif (penyesalan)
4. Terbentuknya sikap hidup yang positif (komitmen)
5. Perubahan perilaku secara konsisten
Secara umum gangguan mental (psikologis) seseorang banyak disebabkan oleh (a) perbuatan maksiat; (b) pelanggaran terhadap hukum (aturan) Allah baik yang berkaitan langsung dengan Allah dalam ibadah mahdhoh, dengan sesama manusia dan lingkungannya (muamalah) maupun dengan dirinya sendiri (mendholimi diri); (c) kesalahan dalam persepsi dan kehendak serta mensikapi kehidupan (disorientasi).
Gejala-gejala gangguan mental yang ringan sampai berat merupakan proses berkelanjutan dari akibat dosa yang telah diperbuat. Semakin tinggi frekuensi dan kapasitas dosa dan kesalahan yang dilakukan akan mengakibatkan gangguan mental yang semakin berat dan kompleks. Fungsi taubat dalam psikoterasi Islam memegang peranan penting dalam proses penyembuhan dan mengembalikan kembali potensi fitrah yang dimiliki seseorang. Taubat yang dilakukan dengan benar (nasuha) dapat berfungsi sebagai:
Alat pembersih noda hitam dalam hati. Pembersihan noda ini akan sangat membantu pemulihan mental-psikologis seseorang yang sedang mengalami gangguan (penyakit) mental. Hal ini dapat dipahami bahwa noda hitam dalam hati (qalb) inilah yang menjadi sumber munculnya gangguan penyimpangan pikiran-perasaan-perilaku seseorang sehingga dengan dibersihkan terlebih dahulu akan mengurangi noda dan dapatmembantu proses pemulihan mental psikologis seseorang. Proses pembersihanawal ini dapat dilakukan dengan lisan (ucapan) memohon ampun kepada Allah dan dibarengi dengan aktifitas sholat taubat seperti yang dicontohkan oleh Nabi.
Penguat pikiran dan perasaan
Proses pertaubatan yang diikuti dengan kegiatan pengakuan dosa (evaluasi diri) dan penyesalan dapat menumbuhkan pikiran dan perasaan positif. Hal ini dapat terlihat dengan tumbuhnya optimisme menjalani kehidupan, tidak putus asa, mampu mengenali dan menerima diri dengan lebih baik serta mampu berpikiran positif terhadap setiap kejadian. Tumbuhnya sifat seperti ini akan sangat membantu seseorang yang sedang menghadapi masalah atau gangguan mental dan ini merupakan langkah terbaik untuk mengatasi gangguan tersebut. Munculnya sifat positif tersebut dapat dikatakan sebagai kesembuhan tingkat awal para klien yang mengalami gangguan mental.
Pendorong berkembangnya potensi manusia
Taubat dapat merangsang seseorang untuk meningkatkan amal perbuatannya melalui evaluasi diri, pemetaan dan perencanaan kegiatan baik lainnya baik yang pernah ditinggalkan maupun yang belum pernah dilakukan. Seseorang akan selalu mencari tambahan amal kebaikan untuk menutupi kesalahan (dosa) yang pernah dilakukan dan tidak ada hari tanpa menyempurnakan amal kebaikan. Kondisi ini dapat mengakibatkan terbukanya potensi diri yang selama ini tidak diketahui atau tertutup oleh perbuatan buruknya, sehingga memungkinkan akan melejitnya potensi diri yang dimiliki.
Implementasi dalam proses psikoterapi Islami
Dalam realitas proses terapi yang berbasis ajaran Islam (psikoterapi Islami), proses pertaubatan dijadikan langkah awal untuk membantu klien (pasien) mendapatkan kesembuhan atau berkembangnya potensi diri. Praktek yang dilakukan oleh terapis (studi di Balai Pengobatan Transformasi Malang) memperlihatkan bahwa sebelum klien diterapi ia dan atau keluarganya diminta sholat taubat dulu dan memperbanyak istighfar. Bagi klien yang masih dapat memandang realitas dengan baik sholat taubat, sholat hajat dan istighfar dilakukan sendiri, tetapi bagi klien yang tidak mampu lagi maka keluarga terdekat (keluarga inti) yang memintakan ampunan melalui sholat taubat dan hajat. Hal ini sesuai dengan keyakinan bahwa penyakit (gangguan) mental yang terjadi lebih banyak disebabkan kelalaian atau kedholiman diri (dosa) sehingga ia harus meminta ampun dan bertaubat dengan sungguh-sungguh untuk membuka hijab menutupi hati (qalb) sekaligus meminta pertolongan untuk disembuhkan.
Proses pertaubatan ini tidak hanya berhenti melalui permohonan ampunan saja, tetapi bagi klien (dan keluarganya) yang berpenyakit ringan dianjurkan untuk memperbanyak ibadah sunnah di rumah (sholat & puasa) untuk mendekatkan diri kepada Allah agar muncul keridhaan dalam proses penyembuhan ini. Terapi kemudian dilanjutkan dengan terapi doa oleh terapis untuk meminta dimudahkan hilangnya gangguan mental-psikologis. Dalam pengalaman selama terapi, klien akan lebih mudah sembuh manakala ada kesungguhan dalam diri (dan keluarga) untuk lebih mendekat kepada Allah baik melalui ibadah mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh (berinfak shodakoh dan memperbanyak ibadah sunnah). Apabila dalam diri klien ditemukan kaitannya atau pengaruhnya dengan fisik maka terapis akan memberikan ramuan herbal untuk membantu pemulihan fisik. Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran yang mengatakan bahwa fisik dan non fisik senantiasa berhubungan sehingga gangguan salah satu aspek akan mempengaruhi aspek yang lain.
Psikoterapi Islami yang diterapkan senantiasa menyandarkan diri pada kesungguhan klien untuk memperoleh kesembuhan disamping pengharapan atas keridhoan dari Allah SWT, karena kita tidak tahu rencana yang telah disusun oleh Allah terhadap perjalanan hidup kita, namun sesungguhnya Allah tidak akan merubah kondisi manusia apabila kita tidak berusaha mengupayakannya.
Referensi:
Amir Annajar, Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf: Studi Komparatif Dengan Ilmu Jiwa Kontemporer. Jakarta: Pustaka Azan. 2002
Fuad Nashori, Psikologi Islami: Agenda Munuju Aksi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 1997
Handoko, Bimbingan Konseling Di Lingkungan Masyarakat Kristiani. Makalah Regional Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 2003
Muh. Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003
No comments:
Post a Comment