Friday, 23 November 2012

Menulislah!



Kemampuan yang paling hebat dan juga yang paling mengerikan dari para filsuf, sastrawan, dan penulis amatiran (seperti saya), adalah merangkai kata-kata. Kemampuan persuasi yang bisa membuat hal-hal yang sebenarnya konyol, terlihat bijak. Suatu hal-hal yang jelas salah pun, akan bisa terlihat benar.

Friday, 16 November 2012

Tips Biar Enggak Salah Pilih

Ada kalanya kita lagi naik daun. Didekati banyak orang sampai akhirnya kita sendiri kebingungan untuk memilih. Nah, biar enggak salah pilih dan menyesal, ikuti langkah-langkah berikut ini.


1. Lihat Akun Sosial Media

Perhatikan nama akunnya, baik di Facebook, Twitter, Snapchat dan Instagramnya. Normal atau wajar-wajar saja, misalnya @SiManisJembatanAncol. Nah, mau cantik kayak apa juga pasti orang bakal mikir-mikir lagi untuk pacaran sama orang dengan akun macam ini. Terus lihat juga profile picture-nya. Kalo fotonya pake efek love-love gitu di pinggirnya, agak malas juga, ya.

2. Lihat Gaya Berpakaian

Apa yang kita lihat dari orang saat ketemu pertama kali? Pasti fisiknya, dong. Enggak mungkin banget baru pertama kali ketemu langsung lihat sifat aslinya. Karena tampilan fisik itu yang utama, selain hati, cek-lah gaya berpakaiannya, jangan sampai seperti @SiManisJembatanAncol di atas, bisa runyam urusannya. Kan percuma juga cantik/ganteng tapi ke mana-mana pakai kostum teletubbies.

3. Perhatikan Gaya Berbicara

Kalau poin 1 sama 2 sudah lulus sensor, yang berikutnya adalah cek gaya dia berbicara. Percuma juga ganteng/cantik nya luar biasa tapi suara dan gaya berbicaranya ala-ala Limbad atau lebay gitu. Kan mending nggak usah cari pasangan.

4. Lihat Kepintarannya

Apakah semakin tinggi IQ-nya semakin baik? Oh, belum tentu. Bisa-bisa kita bakal sering dikadalin. Itu bisa jadi bumerang. Mending cari yang IQ-nya biasa-biasa aja biar sama-sama gampang saling mengingatkan.

Thursday, 1 November 2012

Kata-Kata Sang Proklamator



Jangan tanyakan apa yang negeri ini berikan kepada Anda.!
Tapi tanyakan apa yang anda berikan kepada negeri ini.!
 
Jiwa Nasionalis yang ada di pemuda Indonesia pasti ada namun kenapa diam?
Ingat : “Innallahu la yu ghaiyiru ma bikaumin, hatta yu ghaiyiru ma biamfusihim” , Tuhan tidak merubah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya!”
 
Jiwa Nasionalis saya terpanggil dengan melihat hal perekonomian yang semakin berat kita tanggung, serta berita di televisi hal korupsi/kejahatan yang sepertinya merajarela! Semuanya pasti ujung – ujungnya hal ekonomi.


Untuk menambah semangat nasionalis silahkan baca Kumpulan Kata Soekarno Sang Proklamator yang terselip dalam pidatonya.


Kata Soekarno: Kalau bangsa-bangsa yang hidup di padang pasir yang kering dan tandus bisa memecahkan persoalan ekonominya kenapa kita tidak?
Kenapa tidak? Coba pikirkan!


1. Kekayaan alam kita yang sudah digali dan yang belum digali, adalah melimpah-limpah.


2. Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta manusia.


3. Rakyat Indonesia sangat rajin, dan memiliki keterampilan yang sangat besar, Ini diakui oleh semua orang di luar negeri.


4. Rakyat memiliki jiwa gotong-royong, dan ini dapat dipakai sebagai dasar untuk mengumpulkan funds and forces.


5. Ambisi daya cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi di bidang politik tinggi, di bidang sosial tinggi, di bidang kebudayaan tinggi, tentunya juga di bidang ekonomi dan perdagangan.


6. Tradisi Bangsa lndonesia bukan tradisi, “tempe”. Kita di zaman purba pernah menguasai perdagangan di seluruh Asia Tenggara, pernah mengarungi lautan untuk berdagang sampai ke Arabia atau Afrika atau Tiongkok. (Pidato HUT Proklamasi)


Kata Soekarno: “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Bung Karno)


Kata Soekarno: “Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno)


Kata Soekarno: “Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya.” (Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno)


Kata Soekarno: “Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.” (Bung Karno)


Kata Soekarno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)


Kata Soekarno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno


Kata Soekarno: “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno)


Kata Soekarno: “Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan ...” (Bung Karno)


Kata Soekarno: “Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali. (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno)


Kata Soekarno: “Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita belum selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.” (Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno)


Kata Soekarno: “Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghaiyiru ma bikaumin, hatta yu ghaiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya” (Pidato HUT Proklamasi, 1964 Bung Karno)


Kata Soekarno: “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.” (Pidato HUT Proklamasi 1966, Soekarno)


Kata Soekarno: “Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong.” (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno)


Kata Soekarno: “Aku Lebih suka lukisan Samudra yang bergelombangnya memukul, mengebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem ayem tentram, “Kadyo siniram wayu sewindu lawase” (Pidato HUT Proklamasi 1964 Bung Karno)


Kata Soekarno: “Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” (Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno)


Sumber: Pustaka Dunia

Monday, 23 April 2012

Kebohongan Seorang Ibu

Seorang Ibu dalam hidupnya sering membuat kebohongan:


1. Saat makan, jika makanan kurang, Ia akan memberikan makanan itu kepada anaknya dan berkata, "Cepatlah makan Nak, Ibu tidak lapar."
 

2. Waktu makan, Ia selalu menyisihkan ikan dan daging untuk anaknya dan berkata, "Ibu tidak suka daging, makanlah Nak !"
 
3. Tengah malam saat dia sedang menjaga anaknya yang sakit, Ia berkata, "Istirahatlah Nak, Ibu masih belum mengantuk."
 
4. Saat anak sudah tamat sekolah, bekerja, mengirimkan uang untuk Ibu. Ia berkata, "Simpanlah untuk keperluanmu Nak, Ibu masih punya uang."
 
5. Saat anak sudah sukses, menjemput ibunya untuk tinggal di rumah besar, Ia lantas berkata, "Rumah tua kita sangat nyaman, Ibu tidak terbiasa tinggal di sana."
 
Saat menjelang tua, ibu sakit keras, anaknya akan menangis, tetapi ibu masih bisa 'tersenyum' sambil berkata: "Jangan menangis, Ibu tidak apa-apa." Ini adalah kebohongan terakhir yang dibuat ibu.
Tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa dewasanya kita, Ibu selalu menganggap kita anak kecilnya, mengkhawatirkan diri kita tapi tidak pernah membiarkan kita mengkhawatirkan dirinya.

Thursday, 26 January 2012

Siapakah sesungguhnya yang menjaga kehormatan Wanita?


Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima. Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok.

Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya, tapi wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.

Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
''Maaf Nona, apakah anda sedang menunggu seseorang?"
''Tidak!'' Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
''Lantas untuk apa anda duduk di sini?"
''Apakah tidak boleh?'' Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam.
 
''Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.''

''Maksud, bapak?"

''Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini.''

''Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual.'' Kata wanita itu dengan suara lambat.

''Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini?''
Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.

''Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti.''

''Saya ingin menjual diri saya.'' Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam ke arah petugas satpam itu.

Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.

''Mari ikut saya.'' Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.

Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperatif karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.

''Apakah anda serius?''
''Saya serius.'' Jawab wanita itu tegas.
''Berapa tarif yang anda minta?''
''Setinggi-tingginya."
''Mengapa?" Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
''Saya masih perawan.''
''Perawan?'' Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini, pikirnya.
''Bagaimana saya tahu anda masih perawan?''
''Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan, ya kan?''
''Kalau tidak terbukti?"
''Tidak usah bayar.''
''Baiklah.'' Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
''Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda.''
''Cobalah.''
''Berapa tarif yang diminta?''
''Setinggi-tingginya.''
''Berapa?''
''Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa?''
''Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya.''

Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.
Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.

''Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp 5 juta. Bagaimana?''

''Tidak adakah yang lebih tinggi?''

''Ini termasuk yang tertinggi.'' Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.

''Saya ingin yang lebih tinggi.''

''Baiklah. Tunggu disini.'' Petugas satpam itu berlalu.

Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.

''Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp 6 juta. Bagaimana?''

''Tidak adakah yang lebih tinggi?''

''Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama-sama butuh.''

''Saya ingin tawaran tertinggi.'' Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.

Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.

''Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli.'' Kata petugas satpam itu dengan agak kesal.

Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift.
Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.

''Ini yang saya maksud, Tuan. Apakah Tuan berminat?" Kata petugas satpam itu dengan sopan.

Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu.

''Berapa?'' Tanya pria itu kepada Wanita itu.

''Setinggi-tingginya.'' Jawab wanita itu dengan tegas.

''Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang?'' Kata pria itu kepada sang petugas satpam.

''Rp 6 juta, Tuan.''

''Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam.''

Wanita itu terdiam.

Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.

''Bagaimana?'' tanya pria itu.

''Saya ingin lebih tinggi lagi.'' Kata wanita itu.

Petugas satpam itu tersenyum kecut.

''Bawa pergi wanita ini.'' Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.

''Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual?''

''Tentu!''

''Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu.''

''Saya minta yang lebih tinggi lagi.''

Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.

''Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya.''

Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya.

''Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah. Apakah itu tidak cukup?" Terdengar suara pria itu berbicara.

Wajah pria itu nampak masam seketika

''Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang!''

Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita.

Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan di wajah pria itu.

Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu, ''Pak, apakah anda butuh wanita?''

Pria itu menatap sekilas ke arah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.

''Ada wanita yang duduk disana,'' Petugas satpam itu menujuk ke arah wanita tadi.

Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini.

"Dia masih perawan.''

Pria itu mendekati petugas satpam itu.

Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. ''Benarkah itu?''

''Benar, Pak. ''

''Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu.''

''Dengan senang hati. Tapi, Pak, Wanita itu minta harga setinggi tingginya.''

''Saya tidak peduli.'' Pria itu menjawab dengan tegas.

Pria itu menyalami hangat wanita itu.

''Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah.'' Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.

''Mari kita bicara di kamar saja.'' Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.

Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.

Di dalam kamar

''Beritahu berapa harga yang kamu minta?''

''Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit.''

''Maksud kamu?''

''Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih.''

''Hanya itu?''

''Ya ...!''

Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanita ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan di atas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.

''Siapa nama kamu?''

''Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar.'' Kata wanita itu

''Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar.''

''Kalau begitu, tidak ada kesepakatan!''

''Ada!" Kata pria itu seketika.

''Sebutkan!''


''Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah.'' Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.

''Saya tidak mengerti.''

''Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar.''

''Dan, apakah bapak ikhlas?''

''Apakah uang itu kurang?''

''Lebih dari cukup, Pak.''

''Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal?''

''Silahkan.''

''Mengapa kamu begitu beraninya.''

''Siapa bilang saya berani. Saya takut pak. Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh`. Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan.''

''Keyakinan apa?''

''Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan lah yang akan menjaga kehormatan kita.'' Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar.

Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:

'' Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini.''

''Kesadaran.''


Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.

''Kamu sudah pulang, nak.''

''Ya, bu.''

''Kemana saja kamu, nak?''

''Menjual sesuatu, bu!''

''Apa yang kamu jual?'' Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum.

Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan

....

''Kini saatnya ibu untuk berobat.''

Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: ''Tuhan telah membeli yang saya jual.''.

Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir taksi: ''Antar kami ke rumah sakit."

*Repost dari blog 'sebelah'*

Monday, 2 January 2012

Ayah

Biasanya, bagi seorang anak yang sudah dewasa, yang sedang bekerja atau belajar (sekolah) diperantauan, yang di luar kota atau luar negeri akan sering merasa rindu sekali dengan Ibunya. Lalu bagaimana dengan Ayah?

Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibumu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak kecil, Ayah biasanya mengajari buah hati kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu. Kemudian Ibumu bilang: “Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya,” Karena Ibu takut anak yang di sayanginya terjatuh lalu terluka.

Tapi sadarkah kamu? 

Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu si buah hati kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta mainan yang baru atau sesuatu lainnya, Ibu menatapmu iba. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas: “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”

Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi.

Saat kamu sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata: “Sudah dibilang! kamu jangan minum air dingin!.” Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.

Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja.

Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!.”

Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu. Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga. Setelah itu kamu marah pada Ayah dan masuk ke kamar sambil menenjukkan sikap kesal dan marah. Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu.

Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya. Bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia harus menjagamu.

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir. Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut, ketika melihat si kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu.

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang sangat ditakuti Ayah akan segera datang? “Bahwa si kecilnya akan segera pergi meninggalkan Ayah”

Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seperti apa yang diinginkannya, dengan memberikan doktrin-doktrin ringan terhadap kamu.

Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti, Tapi Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah.

Ketika kamu menjadi anak dewasa.

Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain, Ayah harus melepasmu di bandara/terminal/stasiun. Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu?

Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat. Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya Nak.”

Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT. Kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah. Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta mainan baru dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan. Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah : “Tidak… Tidak bisa!” Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan “Iya Nak, nanti Ayah belikan untukmu”.

Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum.

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.

Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “si kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa dan telah menjadi seseorang yang bisa dibilang sudah sukses.”

Dan sampai pada saat seorang belahan jiwamu datang untuk mengambilmu darinya. Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin. Karena Ayah tahu, Bahwa lelaki/wanita itulah yang akan menggantikan posisinya dan perhatiannya nanti.

Dan akhirnya, Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang yang mengasihimu, Ayah pun tersenyum bahagia.

Apakah kamu mengetahui?

Di hari yang bahagia itu Ayah pergi ke belakang panggung sebentar, dan menangis. Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa. Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata: “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik, si kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi seseoarang yang luar biasa. Bahagiakanlah ia bersama pasangannya.”

Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih. Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.

Ayah telah menyelesaikan tugasnya.

Ayah kita merupakan sosok yang harus selalu terlihat kuat. Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis. Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “kamu bisa” dalam segala hal. Dan sungguh aku akan sangat merasa berbahagia, jika seandainya saat ini Ayah bearada disini untuk menemaniku.